Mohon
penjelasan tentang keshahihan hadits yang diriwayatkan dalam ‘Majma
Az-Zawaid Wa Mamba’ul Fawaid’ tentang firman Allah Taala,
إذا جاء نصر الله والفتح ورأيت الناس يدخلون في دين الله أفواجاً فسبح بحمد ربك واستغفره إنه كان تواباً
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. SQ. an-Nasr: 1-3.
Dia (pengarang kitab tersebut) berkata, ‘Ketika turun ayat tersebut kepada Muhamad shallallahu alaihi wa sallam , beliau berkata, “Wahai Jibril, jiwaku telah diberitakan kematiannya.’ Maka Jibril alaihissalam berkata, “Akhirat lebih baik bagimu daripada permulaan (dunia), dan Dia akan memberimu yang membuatmu ridha.” Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Bilal untuk menyeru, “Ashshalaaatu Jaami’ah” (seruan untuk shalat berjamaah).
Maka berkumpullah orang-orang Muhajirin dan Ashar. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat mengimami mereka. Kemudian beliau naik ke atas mimbar, lalu memuji Allah diteruskan dengan menyampaikan khutbah yang menggetarkan hati dan membuat mata menangis. Beliau berkata, “Wahai manusia, bagaimanakah aku ini bagi kalian?” Mereka berkata, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dari kenabianmu. Engkau bagi kami adalah bagaikan bapak yang penyayang, sebagai saudara yang selalu menasehati dengan penuh kasih, engkau telah tunaikan ajaran-ajaran Allah Ta’ala dan sampaikan kepada kami wahyuNya, engkau telah menyeru ke jalan TuhanMu dengan penuh hikmah dan nasehat yang baik, semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baik balasan terhadap nabinya atas umatnya…….. dan seterusnya dalam hadits yang panjang.”
إذا جاء نصر الله والفتح ورأيت الناس يدخلون في دين الله أفواجاً فسبح بحمد ربك واستغفره إنه كان تواباً
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu Lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. SQ. an-Nasr: 1-3.
Dia (pengarang kitab tersebut) berkata, ‘Ketika turun ayat tersebut kepada Muhamad shallallahu alaihi wa sallam , beliau berkata, “Wahai Jibril, jiwaku telah diberitakan kematiannya.’ Maka Jibril alaihissalam berkata, “Akhirat lebih baik bagimu daripada permulaan (dunia), dan Dia akan memberimu yang membuatmu ridha.” Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Bilal untuk menyeru, “Ashshalaaatu Jaami’ah” (seruan untuk shalat berjamaah).
Maka berkumpullah orang-orang Muhajirin dan Ashar. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat mengimami mereka. Kemudian beliau naik ke atas mimbar, lalu memuji Allah diteruskan dengan menyampaikan khutbah yang menggetarkan hati dan membuat mata menangis. Beliau berkata, “Wahai manusia, bagaimanakah aku ini bagi kalian?” Mereka berkata, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dari kenabianmu. Engkau bagi kami adalah bagaikan bapak yang penyayang, sebagai saudara yang selalu menasehati dengan penuh kasih, engkau telah tunaikan ajaran-ajaran Allah Ta’ala dan sampaikan kepada kami wahyuNya, engkau telah menyeru ke jalan TuhanMu dengan penuh hikmah dan nasehat yang baik, semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baik balasan terhadap nabinya atas umatnya…….. dan seterusnya dalam hadits yang panjang.”
Published Date: 2015-03-04
Alhamdulillah
Hadits yang panjang ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 3/58, lalu darinya diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Aulia, 4/74, melalui jalurnya juga diriwyatkan oleh Ibnu Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at, 1/295.
Dia berkata, ‘Telah menyampaikan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Barra, telah menyampaikan kepada kami Abdulmunim bin Idris bin Sinan, dari bapaknya dari Wahab bin Munabih, dari Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma.
Al-Haitsami berkata setelah menyampaikan hadits ini (8/605), “Diriwayatkan oleh Thabrani, di dalam (sanad)nya terdapat Abdulmunim bin Idris, dia dikenal sebagai pendusta dan pemalsu hadits.”
Ibnu Al-Jauzi berkata dalam kitab Almaudhuat (1/301), “Ini adalah hadits maudhu (palsu) dan teranulir, semoga Allah membalas dan menistakan orang yang memalsukannya dan merendahkan syariat dengan mencampuradukkan masalah ini serta pembicaraan yang tidak pantas bagi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan juga terhadap sahabatnya.
Sang tertuduh; Abdulmunim bin Idris, berkata Ahmad tentangnya, ‘Dia pernah berdusta terhadap Wahab.’ Yahya berkata, ‘Pendusta busuk.’ Ibnu Madini dan Abu Daud berkata, ‘Tidak tsiqah.’ Ibnu Hibban berkata, ‘Tidak halal berdalil dengannya.’ Daruquthni berkata, ‘Dia dan bapaknya diabaikan.’
Demikian pula disebutkan dalam kitab Almaudhu’at oleh As-Suyuthi dalam Alla’aali’ Almudhu’ah (1/257) dan Ibnu Iraq dalam Tanzih Asy-Syariah (1/330) serta oleh Asy-Syaukani dalam kitab Alfawaid Almajmuah, hal. 324..
Hadits dusta ini mengandung beberapa perkara;
1- Di dalamnya terdapat kisah wafatnya shallallahu alaihi wa sallam dan izinnya malaikat maut terhadapnya. Di dalamnya diuraikan secara terperinci peristiwa besar tersebut. Sebagaimana diketahui di kalangan ulama bahwa kisah wafatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam banyak riwayat bersumber dari riwayat palsu yang dibuat-buat para pendusta lalu diisebarluaskan masyarakat tanpa diteliti lagi.
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam kitabnya Albidayah Wannihayah (5/256), “Al Wakidi dan lainnya menyebutkan riwayat yang banyak, di dalamnya terdapat keanehan yang sangat. Sebagian besarnya tidak kami kutip karena sanadnya dhaif, isinya asing, khususnya riwayat yang sering dikutip oleh para penutur cerita di masa lalu dan lainnya. Banyak di antaranya yang maudhu (palsu), tidak ada kata lain. Hadits-hadits shahih dan hasan yang diriwatkan dalam kitab-kitab terkenal sudah cukup untuk dipakai ketimbang riwayat-riwayat dusta dan yang tidak diketahui sanadnya, wallahu a’lam.”
Tidak shahih adanya riwayat bahwa malaikat maut minta izin kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk mencabut ruhnya, baik hadits atau khabar. Semua riwayat yang disampaikan dalam masalah ini, antra munkar dan maudhu (palsu). Lihat jawaban soal no. 71400.
2. Adapun kisah permintaan Ukasyah untuk diqishash dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, terdapat riwayat yang menyerupainya dari jalur yang shahih, akan tetapi dalam riwayat yang shahih tersebut, bahwa yang meminta qishash adalah Usaid bin Hudhair radhiallahu anhu.
Abdurrahman bin Abi Laila meriwayatkan dari Usaid bin Hudhair, dia berkata,
بَيْنَمَا هُوَ – يعني أسيد بن حضير - يُحَدِّثُ الْقَوْمَ - وَكَانَ فِيهِ مِزَاحٌ - بَيْنَا يُضْحِكُهُمْ ، فَطَعَنَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خَاصِرَتِهِ بِعُودٍ . فَقَالَ : أَصْبِرْنِي . فَقَالَ : اصْطَبِرْ . قَالَ : إِنَّ عَلَيْكَ قَمِيصًا وَلَيْسَ عَلَيَّ قَمِيصٌ . فَرَفَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَمِيصِهِ ، فَاحْتَضَنَهُ وَجَعَلَ يُقَبِّلُ كَشْحَهُ ، قَالَ : إِنَّمَا أَرَدْتُ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Ketika dia, maksudnya adalah Usaid bin Hudhair, sedang berbicara dengan kaumnya dan di dalamnya ada canda, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam memukul pinggangnya dengan sebatang kayu. Maka dia berkata, ‘Beri saya kesempatan untuk qishash (membalas setimpal).” Beliau bersabda, “Silakan membalas.” Dia berkata, “Engkau memakai baju, sedangkan saya (ketika engkau pukul) tidak memakai baju.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengangkat bajunya. Maka dia (Usaid bin Khudair) langsung memeluknya dan mencium pinggangnya. Lalu dia berkata, ‘Inilah yang aku inginkan wahai Rasulullah.” (HR. Abu Daud, no. 5224, dari jalurnya juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan Kubro, 7/102. Diriwayatkan pula oleh Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 1/205, Hakim dalam Almustadrak, 3/327, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 9/76)
Hadits ini sanadnya shahih, dinyatakan shahih oleh Hakim, demikian pula oleh Adz-Dzahabi. Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud.
Dijelaskan dalam kitab Aunul Ma’bud, 14/90;
( فطعنه النبي صلى الله عليه و سلم )
maknanya beliau memukulnya dengan maksud bercanda.
( فقال )
Dia berkata. Maksudnya yang berkata adalah Usaid.
( أصبرني )
Maksudnya adalah beri saya kesempatan membalas setimpal dengan memukul pinggang engkau sebagaimana engkau memukul pinggang saya.
( اصطبر )
Silakan lakukan pembalasan setimpal tersebut (qishash).
( فاحتضنه )
Lalu dia memeluknya. Maksudnya memeluk pinggangnya, yaitu bagian tubuh antara di bawah ketiak dan perut.
( وجعل يقبل كشحه )
Dia mencium bagian antara pusar dan tulang iga yang paling pendek yang terletak di samping.
( قال إنما أردت هذا )
Dai berkata, inilah yang aku inginkan. Maksudnya adalah, yang saya inginkan dengan perkataan saya meminta untuk melakukan pembalasan setimpal, semata-mata hanyalah agar dapat menciumnya. Hakikatnya dia tidak ingin lakukan pembalasan.
3. Dalam hadits ini terdapat kalimat-kalimat yang sangat munkar.
Di antaranya, “Sesungguhnya saya adalah orang yang Tuhan Azza wa Jalla shalat kepada (jenazah) saya dari atas Arasy. Apakah Allah shalat jenazah untuk manusia? Ini merupakan kedustaan yang sangat keji dari para pendusta.
Di antaranya adalah ucapannya, “Ketika ruh sampai di kedua lutut, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aaah”, ketika ruh sampai di pusar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merintih, “Betapa menderitanya.” Ketika ruh sampai di dada, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyeru, “Wahai Jibril, betapa pedih pahitnya kematian.”
Kemunkarannya adalah bahwa dalam riwayat ini menunjukkan kegundahan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan ketakutannya menghadapi kematian. Hal ini tidak mungkin.
Di antaranya adalah, “Kami bertakbir dengan takbirnya Jibril alaihissalam, lalu kami shalat atas (jenazah) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan shalat Jibril alaihissalam.” Tidak diketahui bahwa malaikat shalat bersama kaum muslimin dan menjadi imam mereka. Ini hanyalah kemunkaran yang disampikan oleh para perawi yang tertuduh dusta.
Wallahu a’lam.
Hadits yang panjang ini diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 3/58, lalu darinya diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Aulia, 4/74, melalui jalurnya juga diriwyatkan oleh Ibnu Jauzi dalam kitabnya Al-Maudhu’at, 1/295.
Dia berkata, ‘Telah menyampaikan kepada kami Muhammad bin Ahmad bin Barra, telah menyampaikan kepada kami Abdulmunim bin Idris bin Sinan, dari bapaknya dari Wahab bin Munabih, dari Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma.
Al-Haitsami berkata setelah menyampaikan hadits ini (8/605), “Diriwayatkan oleh Thabrani, di dalam (sanad)nya terdapat Abdulmunim bin Idris, dia dikenal sebagai pendusta dan pemalsu hadits.”
Ibnu Al-Jauzi berkata dalam kitab Almaudhuat (1/301), “Ini adalah hadits maudhu (palsu) dan teranulir, semoga Allah membalas dan menistakan orang yang memalsukannya dan merendahkan syariat dengan mencampuradukkan masalah ini serta pembicaraan yang tidak pantas bagi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan juga terhadap sahabatnya.
Sang tertuduh; Abdulmunim bin Idris, berkata Ahmad tentangnya, ‘Dia pernah berdusta terhadap Wahab.’ Yahya berkata, ‘Pendusta busuk.’ Ibnu Madini dan Abu Daud berkata, ‘Tidak tsiqah.’ Ibnu Hibban berkata, ‘Tidak halal berdalil dengannya.’ Daruquthni berkata, ‘Dia dan bapaknya diabaikan.’
Demikian pula disebutkan dalam kitab Almaudhu’at oleh As-Suyuthi dalam Alla’aali’ Almudhu’ah (1/257) dan Ibnu Iraq dalam Tanzih Asy-Syariah (1/330) serta oleh Asy-Syaukani dalam kitab Alfawaid Almajmuah, hal. 324..
Hadits dusta ini mengandung beberapa perkara;
1- Di dalamnya terdapat kisah wafatnya shallallahu alaihi wa sallam dan izinnya malaikat maut terhadapnya. Di dalamnya diuraikan secara terperinci peristiwa besar tersebut. Sebagaimana diketahui di kalangan ulama bahwa kisah wafatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam banyak riwayat bersumber dari riwayat palsu yang dibuat-buat para pendusta lalu diisebarluaskan masyarakat tanpa diteliti lagi.
Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam kitabnya Albidayah Wannihayah (5/256), “Al Wakidi dan lainnya menyebutkan riwayat yang banyak, di dalamnya terdapat keanehan yang sangat. Sebagian besarnya tidak kami kutip karena sanadnya dhaif, isinya asing, khususnya riwayat yang sering dikutip oleh para penutur cerita di masa lalu dan lainnya. Banyak di antaranya yang maudhu (palsu), tidak ada kata lain. Hadits-hadits shahih dan hasan yang diriwatkan dalam kitab-kitab terkenal sudah cukup untuk dipakai ketimbang riwayat-riwayat dusta dan yang tidak diketahui sanadnya, wallahu a’lam.”
Tidak shahih adanya riwayat bahwa malaikat maut minta izin kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk mencabut ruhnya, baik hadits atau khabar. Semua riwayat yang disampaikan dalam masalah ini, antra munkar dan maudhu (palsu). Lihat jawaban soal no. 71400.
2. Adapun kisah permintaan Ukasyah untuk diqishash dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, terdapat riwayat yang menyerupainya dari jalur yang shahih, akan tetapi dalam riwayat yang shahih tersebut, bahwa yang meminta qishash adalah Usaid bin Hudhair radhiallahu anhu.
Abdurrahman bin Abi Laila meriwayatkan dari Usaid bin Hudhair, dia berkata,
بَيْنَمَا هُوَ – يعني أسيد بن حضير - يُحَدِّثُ الْقَوْمَ - وَكَانَ فِيهِ مِزَاحٌ - بَيْنَا يُضْحِكُهُمْ ، فَطَعَنَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خَاصِرَتِهِ بِعُودٍ . فَقَالَ : أَصْبِرْنِي . فَقَالَ : اصْطَبِرْ . قَالَ : إِنَّ عَلَيْكَ قَمِيصًا وَلَيْسَ عَلَيَّ قَمِيصٌ . فَرَفَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَمِيصِهِ ، فَاحْتَضَنَهُ وَجَعَلَ يُقَبِّلُ كَشْحَهُ ، قَالَ : إِنَّمَا أَرَدْتُ هَذَا يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Ketika dia, maksudnya adalah Usaid bin Hudhair, sedang berbicara dengan kaumnya dan di dalamnya ada canda, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam memukul pinggangnya dengan sebatang kayu. Maka dia berkata, ‘Beri saya kesempatan untuk qishash (membalas setimpal).” Beliau bersabda, “Silakan membalas.” Dia berkata, “Engkau memakai baju, sedangkan saya (ketika engkau pukul) tidak memakai baju.” Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengangkat bajunya. Maka dia (Usaid bin Khudair) langsung memeluknya dan mencium pinggangnya. Lalu dia berkata, ‘Inilah yang aku inginkan wahai Rasulullah.” (HR. Abu Daud, no. 5224, dari jalurnya juga diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan Kubro, 7/102. Diriwayatkan pula oleh Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 1/205, Hakim dalam Almustadrak, 3/327, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq, 9/76)
Hadits ini sanadnya shahih, dinyatakan shahih oleh Hakim, demikian pula oleh Adz-Dzahabi. Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud.
Dijelaskan dalam kitab Aunul Ma’bud, 14/90;
( فطعنه النبي صلى الله عليه و سلم )
maknanya beliau memukulnya dengan maksud bercanda.
( فقال )
Dia berkata. Maksudnya yang berkata adalah Usaid.
( أصبرني )
Maksudnya adalah beri saya kesempatan membalas setimpal dengan memukul pinggang engkau sebagaimana engkau memukul pinggang saya.
( اصطبر )
Silakan lakukan pembalasan setimpal tersebut (qishash).
( فاحتضنه )
Lalu dia memeluknya. Maksudnya memeluk pinggangnya, yaitu bagian tubuh antara di bawah ketiak dan perut.
( وجعل يقبل كشحه )
Dia mencium bagian antara pusar dan tulang iga yang paling pendek yang terletak di samping.
( قال إنما أردت هذا )
Dai berkata, inilah yang aku inginkan. Maksudnya adalah, yang saya inginkan dengan perkataan saya meminta untuk melakukan pembalasan setimpal, semata-mata hanyalah agar dapat menciumnya. Hakikatnya dia tidak ingin lakukan pembalasan.
3. Dalam hadits ini terdapat kalimat-kalimat yang sangat munkar.
Di antaranya, “Sesungguhnya saya adalah orang yang Tuhan Azza wa Jalla shalat kepada (jenazah) saya dari atas Arasy. Apakah Allah shalat jenazah untuk manusia? Ini merupakan kedustaan yang sangat keji dari para pendusta.
Di antaranya adalah ucapannya, “Ketika ruh sampai di kedua lutut, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Aaah”, ketika ruh sampai di pusar, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merintih, “Betapa menderitanya.” Ketika ruh sampai di dada, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyeru, “Wahai Jibril, betapa pedih pahitnya kematian.”
Kemunkarannya adalah bahwa dalam riwayat ini menunjukkan kegundahan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan ketakutannya menghadapi kematian. Hal ini tidak mungkin.
Di antaranya adalah, “Kami bertakbir dengan takbirnya Jibril alaihissalam, lalu kami shalat atas (jenazah) Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dengan shalat Jibril alaihissalam.” Tidak diketahui bahwa malaikat shalat bersama kaum muslimin dan menjadi imam mereka. Ini hanyalah kemunkaran yang disampikan oleh para perawi yang tertuduh dusta.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar